Jumat, 10 Februari 2012

PAUD, ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN


Fenomena dunia pendidikan yang lagi booming saat ini di Kota Surakarta adalah Pendidikan Anak Usia Dini atau biasa kita Kenal dengan istilah PAUD, kita mungkin bertanya mengapa hal ini sampai demikian?, penulis berasumsi ternyata faktor penyebabnya adalah komitmen pemerintah daerah dan masyarakat yang didukung oleh stake holder pendidikan yang menjadikan PAUD bisa eksis dan berkembang di Kota Surakarta. Sebenarnya apa PAUD itu?. Dalam sebuah literatur penulis mendapatkan bahwa PAUD atau Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun - ada juga yang mengelompokkannya sampai delapan tahun. Hal itu dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut di SD.


                PAUD merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik dan kecerdasan: daya pikir, daya cipta, emosi, spiritual, berbahasa/komunikasi, dan sosial. Oleh masyarakat, PAUD diindentikkan pendidikan TK. Tentu pendapat ini kurang tepat mengingat pendidikan TK hanya dialami anak selama satu atau dua tahun. Itu pun jika anak sempat mengalami pendidikan TK. Mengingat batasan PAUD adalah usia anak sejak lahir hingga enam tahun, PAUD lebih banyak dilaksanakan keluarga. Dengan demikian, keluargalah yang paling bertanggung jawab pada PAUD.
Walau demikian, tentu peran masyarakat tempat anak itu tumbuh tidak sedikit. Jika budaya di suatu masyarakat (masa lalu) pernah kita dengar ada si tukang cerita atau pendongeng, hal ini merupakan PAUD yang sangat efektif dalam memberi berbagai kecerdasan kepada anak usia dini pada masa itu. Sayangnya, sejak hadirnya TV budaya kegiatan tersebut semakin langka.
Di beberapa tempat pada masa lalu, anak dari beberapa keluarga biasa berkumpul untuk mendengar cerita kakek atau nenek yang pintar mendongeng. Akhirnya anak-anak tidur bersama. Besoknya, anak-anak tersebut juga menciptakan permainan secara bersama - mengalami proses belajar bagaimana bekerja sama.
                Kini zaman sudah berubah. Kita sudah sampai pada zaman teknologi canggih. Sayang kita kurang siap memanfaatkannya. Mestinya peran si tukang cerita yang hampir punah itu digantikan dengan penggalakan aktivitas budaya baca bagi orangtua sebagai model yang dapat ditiru anak. Namun, kenyataannya terbalik. Minat baca masih kurang. Kurangnya aktivitas membaca orang dewasa adalah salah satu indikasi, kita tidak tahu banyak tentang kemajuan suatu ilmu serta kurangnya wawasan tentang perikehidupan yang beradab. Bagaimana si anak usia dini mencari model untuk mengembangkan daya imajinasi seperti zaman dulu? Bukan pekerjaan mudah, TV belum bisa menggantikannya. Bahkan “si kotak ajaib” itu sering kurang memiliki perasaan ketika mengajak anak-anak berimajinasi lewat film yang ditayangkan. Justru yang disajikannya berupa rangsangan agar anak menjadi konsumen produk tertentu, bahkan tidak jarang hal itu menyesatkan anak dan orang dewasa. Akibatnya, si anak minta barang mainan yang sudah jadi dan sudah tentu tidak menggugah daya-ciptanya. Barang mahal di luar jangkuan kantong orangtua pun juga ingin dimilikinya. Setelah barang mainan yang dibeli itu rusak, mereka tidak bisa memperbaikinya. Itulah salah satu sisi dampak kehadiran TV di rumah tangga dalam pengembangan PAUD. Fenomena seperti yang dipaparkan itu tentu harus diantisipasi dalam PAUD. Syukurlah antisipasi sudah terlaksana selama ini walau dengan terpaksa. Contoh, salah satu orangtua si anak umumnya ibu memilih mengasuh anak daripada meneruskan bekerja sebagai sumber nafkah keluarga. Berhenti dari pekerjaan demi si anak merupakan bukti bahwa peran keluarga dalam PAUD sangat menentukan. Semua itu dirasakan sebagai suatu risiko dalam keluarga yang memiliki balita. Keputusan berhenti bekerja sangat beralasan karena tidak dapat disangkal memberi makan kepada si balita bisa dilakukan siapa saja. Namun, yang bisa memberikan PAUD sesuai dengan harapan keluarga yang bersangkutan tidak bisa digantikan siapa pun. Peran orangtua balita itulah yang paling menentukan. Sesuai perkembangan zaman, kini tidak sedikit kita temukan alternatif bagi pasangan yang punya balita. Alternatif yang dimaksud adalah jasa penitipan anak (balita). Alternatif ini tampaknya bisa mengatasi masalah bagi suami-istri yang sama-sama bekerja. Namun, apakah alternatif ini baik dari sisi PAUD? Tampaknya perlu penelitian para pakar PAUD. Memang dari sisi berlangsungnya aktivitas pekerjaan orangtua balita, khususnya si ibu dapat merupakan pilihan. Karena itu, tempat penitipan anak yang dapat memberi jaminan PAUD. Pemerintah daerah saat ini telah menyediakan sarana Penitipan anak yang disebut Rumah Pintar suatu terobosan yang patut kita berikan apresiasi tentang komitmen Pemda terhadap kepedulian Pendidikan Anak Usia Dini. Di rumah pintar tersebut tidak hanya sekadar menjaga, memberi makan, mengganti pakian anak jika buang air besar/kecil, melainkan juga memberikan pendidikan yang dapat menumbuh kembangkan jiwa anak secara sehat. Mengingat pentingnya PAUD, pemerintah daerah telah mengalokasikan dana yang tidak sedikt Untuk perkembangan PAUD. sebagian dana pendidikan itu diarahkan pada pemberian bantuan sarana dan prasarana pada kelangsungan PAUD. Tenaga pengasuh anak itu diberi pendidikan dan pelatihan sehingga nantinya benar-benar menjadi tenaga terdidik dan terlatih dalam PAUD. Semoga cita-cita mulia ini dapat terwujud. Amiiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar