Fenomena dunia pendidikan yang lagi booming saat ini di Kota
Surakarta adalah Pendidikan Anak Usia Dini atau biasa kita Kenal dengan istilah
PAUD, kita mungkin bertanya mengapa hal ini sampai demikian?, penulis berasumsi
ternyata faktor penyebabnya adalah komitmen pemerintah daerah dan masyarakat
yang didukung oleh stake holder pendidikan yang menjadikan PAUD bisa eksis dan
berkembang di Kota Surakarta. Sebenarnya apa PAUD itu?. Dalam sebuah literatur
penulis mendapatkan bahwa PAUD atau Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun -
ada juga yang mengelompokkannya sampai delapan tahun. Hal itu dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut di SD.
PAUD merupakan salah
satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan
dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik dan kecerdasan: daya pikir,
daya cipta, emosi, spiritual, berbahasa/komunikasi, dan sosial. Oleh
masyarakat, PAUD diindentikkan pendidikan TK. Tentu pendapat ini kurang tepat
mengingat pendidikan TK hanya dialami anak selama satu atau dua tahun. Itu pun
jika anak sempat mengalami pendidikan TK. Mengingat batasan PAUD adalah usia
anak sejak lahir hingga enam tahun, PAUD lebih banyak dilaksanakan keluarga.
Dengan demikian, keluargalah yang paling bertanggung jawab pada PAUD.
Walau demikian, tentu peran masyarakat tempat anak itu tumbuh tidak sedikit. Jika budaya di suatu masyarakat (masa lalu) pernah kita dengar ada si tukang cerita atau pendongeng, hal ini merupakan PAUD yang sangat efektif dalam memberi berbagai kecerdasan kepada anak usia dini pada masa itu. Sayangnya, sejak hadirnya TV budaya kegiatan tersebut semakin langka.
Di beberapa tempat pada masa lalu, anak dari beberapa keluarga biasa berkumpul untuk mendengar cerita kakek atau nenek yang pintar mendongeng. Akhirnya anak-anak tidur bersama. Besoknya, anak-anak tersebut juga menciptakan permainan secara bersama - mengalami proses belajar bagaimana bekerja sama.
Kini
zaman sudah berubah. Kita sudah sampai pada zaman teknologi canggih. Sayang
kita kurang siap memanfaatkannya. Mestinya peran si tukang cerita yang hampir
punah itu digantikan dengan penggalakan aktivitas budaya baca bagi orangtua
sebagai model yang dapat ditiru anak. Namun, kenyataannya terbalik. Minat baca
masih kurang. Kurangnya aktivitas membaca orang dewasa adalah salah satu
indikasi, kita tidak tahu banyak tentang kemajuan suatu ilmu serta kurangnya
wawasan tentang perikehidupan yang beradab. Bagaimana si anak usia dini mencari
model untuk mengembangkan daya imajinasi seperti zaman dulu? Bukan pekerjaan
mudah, TV belum bisa menggantikannya. Bahkan “si kotak ajaib” itu sering kurang
memiliki perasaan ketika mengajak anak-anak berimajinasi lewat film yang
ditayangkan. Justru yang disajikannya berupa rangsangan agar anak menjadi
konsumen produk tertentu, bahkan tidak jarang hal itu menyesatkan anak dan
orang dewasa. Akibatnya, si anak minta barang mainan yang sudah jadi dan sudah
tentu tidak menggugah daya-ciptanya. Barang mahal di luar jangkuan kantong
orangtua pun juga ingin dimilikinya. Setelah barang mainan yang dibeli itu
rusak, mereka tidak bisa memperbaikinya. Itulah salah satu sisi dampak
kehadiran TV di rumah tangga dalam pengembangan PAUD. Fenomena seperti yang
dipaparkan itu tentu harus diantisipasi dalam PAUD. Syukurlah antisipasi sudah
terlaksana selama ini walau dengan terpaksa. Contoh, salah satu orangtua si
anak umumnya ibu memilih mengasuh anak daripada meneruskan bekerja sebagai
sumber nafkah keluarga. Berhenti dari pekerjaan demi si anak merupakan bukti
bahwa peran keluarga dalam PAUD sangat menentukan. Semua itu dirasakan sebagai
suatu risiko dalam keluarga yang memiliki balita. Keputusan berhenti bekerja
sangat beralasan karena tidak dapat disangkal memberi makan kepada si balita
bisa dilakukan siapa saja. Namun, yang bisa memberikan PAUD sesuai dengan
harapan keluarga yang bersangkutan tidak bisa digantikan siapa pun. Peran
orangtua balita itulah yang paling menentukan. Sesuai perkembangan zaman, kini
tidak sedikit kita temukan alternatif bagi pasangan yang punya balita.
Alternatif yang dimaksud adalah jasa penitipan anak (balita). Alternatif ini
tampaknya bisa mengatasi masalah bagi suami-istri yang sama-sama bekerja.
Namun, apakah alternatif ini baik dari sisi PAUD? Tampaknya perlu penelitian
para pakar PAUD. Memang dari sisi berlangsungnya aktivitas pekerjaan orangtua
balita, khususnya si ibu dapat merupakan pilihan. Karena itu, tempat penitipan
anak yang dapat memberi jaminan PAUD. Pemerintah daerah saat ini telah
menyediakan sarana Penitipan anak yang disebut Rumah Pintar suatu terobosan
yang patut kita berikan apresiasi tentang komitmen Pemda terhadap kepedulian
Pendidikan Anak Usia Dini. Di rumah pintar tersebut tidak hanya sekadar
menjaga, memberi makan, mengganti pakian anak jika buang air besar/kecil,
melainkan juga memberikan pendidikan yang dapat menumbuh kembangkan jiwa anak
secara sehat. Mengingat pentingnya PAUD, pemerintah daerah telah mengalokasikan
dana yang tidak sedikt Untuk perkembangan PAUD. sebagian dana pendidikan itu
diarahkan pada pemberian bantuan sarana dan prasarana pada kelangsungan PAUD.
Tenaga pengasuh anak itu diberi pendidikan dan pelatihan sehingga nantinya
benar-benar menjadi tenaga terdidik dan terlatih dalam PAUD. Semoga cita-cita
mulia ini dapat terwujud. Amiiin.
Walau demikian, tentu peran masyarakat tempat anak itu tumbuh tidak sedikit. Jika budaya di suatu masyarakat (masa lalu) pernah kita dengar ada si tukang cerita atau pendongeng, hal ini merupakan PAUD yang sangat efektif dalam memberi berbagai kecerdasan kepada anak usia dini pada masa itu. Sayangnya, sejak hadirnya TV budaya kegiatan tersebut semakin langka.
Di beberapa tempat pada masa lalu, anak dari beberapa keluarga biasa berkumpul untuk mendengar cerita kakek atau nenek yang pintar mendongeng. Akhirnya anak-anak tidur bersama. Besoknya, anak-anak tersebut juga menciptakan permainan secara bersama - mengalami proses belajar bagaimana bekerja sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar